Sabtu, 15 Mei 2010

Digebrak, Semutpun Meradang


BLORA- Tanggel, merupakan Desa miskin yang berad di tengah kawasan hutan Perhutani KPH Randublatung, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa tengah. Di desa itulah kini tengah pergolakan warga Desa yang tengah memperjuangkan hak dan keadilan.

Dipicu dari persoalan pembuatan pagar tembok dari seorang warga berinisial JMN yang diduga tak diawali dengan permintaan ijin tetangga terdekat, sehingga muncul kemarahan dari warga sekitar. Karena pagar tembok yang dibangun JMN dianggap telah menutup lorong jalan yang selama ini dipergunakan lalu lalang warga untuk keperluan mengambil air bersih di sumur yang ada di Desa tersebut.

Sebelumnya, upaya warga untuk menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan telah ditempuh, baik melalui ketua RT, Kasun, Kades, maupun berkirim surat kepada bupati Blora. Namun upaya penyelesaian dengan cara damai tersebut kandas, sehingga akhirnya berujung di lembaga peradilan Blora.

Ketika jejak kaki melangkah menuju Desa tersebut, betapa kagetnya wartawan Koran ini,lantaran posisi Desa Tangel jauh berada di pingiran ibukota Kabupaten Blora dan berada di tengah kawasan. Dan tak bisa ditempuh dengan perjalanan roda empat. Untuk menuju Desa Tanggel, masih diperlukan ojekan motor. Lantaran infrastruktur jalan yang ada tidak mendukung untuk kendaraan roda empat. Jalan setapak berliku tanpa aspal satu-satunya jalan yang dapat dimanfaatkan. Itupun kondisinya sangat memprihatinkan karena jalan hanya terbuat dari tanah liat.

Tak ada rumah penduduk, yang ada hanya hamparan sawah dan kawasan hutan Negara yang dikelola Perhutani KPH Randublatung. Menurut pengendara ojek yang membonceng kami, hutan ini dulunya juga tak luput dari penjarahan hutan yang terjadi pada tahun 1998-2000. Ditengah perjalanan sempat kami lihat ada perkampungan yang kondisi bangunan rumahnya amat memprihatinkan. Dinding rumah terbuat dari papan kayu jati dengan lantai tanah, seperti biasa pada umumnya rumah penduduk tengah hutan. Meski terkesan sebagai Desa tertinggal namun hamper dipastikan setiap rumah penduduk terdapat peliharaan sapi local.

Di tengah perjalanan jalanpun terpecah antara jalan Desa dan jalan tikus yang ada disela-sela tanaman jati berusia sepulih tahunan. Sayang sekali kondisi jalan Desa yang rusak parah tk lagi dapat dilewati. Terpaksa kami menggunakan jalan hutan, yang lebarnya tak kurang dari 40 centi meter, tapi cukup memungkinkan untuk dapat dilalui kendaraan roda dua. Setelah melalui jalanan setapak sekitar 8 kilo meter barulah kami sampai di Desa Tanggel, Kecamatan randublatung, Blora, Jawa tengah.

Disebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati, didalam sudah menunggu seorang lelaki yang telah berusia sekitar 65 tahun, dengan jenggot warna putih. Lelaki itu mengenalkan dirinya dengan nama Suwono. Ia bukanlah perangkat desa atau seorang pengusaha tetapi petani biasa. Meski demikian Suwono dianggap sebagai tokoh masyarakat Desa yang terkenal di Desanya. Kepada Kolom Investigasi Suwono ( 4/5/2010 ), bercerita banyak soal kasus penutupan lorong jalan Desa yang berujung di Pengadilan Negeri Blora. Bukan hanya Nyaman yang terseret sebagai tersangka pengrusakan pagar tetapi Suwono juga menjadi korban perbuatan tidak menyenangkan yang diduga dilakukan oleh SND, pemilik tanah yang dipersoalkan.

Menurut Suwono, saat itu ( 21 Nopember 2010 ) SND datang ke rumahnya dengan membawa beberapa teman yang salah satunya berasal dari Jogyakarta. “ Saat itu SND hanya pakai celana panjang tanpa baju, telanjang dada,” ujar Suwono. Lantas, lanjut Suwono, SND marah dan menuding saya sebagai provokator. Dengan tangan kanan SND menggebrak meja dengan keras sehingga mengakibatkan pecahnya gelas dan kendi ( tempat minum air putih terbuat dari tanah liat ). Tak hanya itu, menurut Suwono, perlak alas mejapun juga menjadi robek. “ Itu karena saking kerasnya SND menggebrak meja,”papar Suwono.

Tak cukup sampai disitu, SND juga menantang duel Suwono. Meski sendiri Suwono mengaku tak gentar menghadapi rombongan tamu tak diundangnya itu. Namun demikian Suwono tidak meladeni ulah tingkah mereka yang memancing keributan di rumahnya. “ Selain SND, JMN juga menghujat saya dengan perkataan kasar yang tak layak diucapkan oleh seorang perempuan,”tambah Suwono.

Tak terima dengan perbuatan yang dilakukan SND, Suwono yang juga merupakan kerabat dekatnya itu, akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polisi. Yang selanjutnya membawa SND ke kursi panas Pengadilan Negeri Blora, untuk menjalani persidangan atas laporan Suwono yang merasa terancam oleh kekerasan dan diperlakukan dengan tidak menyenangkan di rumahnya sendiri, di Desa Tanggel, Kecamatan Randublatung, Blora.

Hingga saat ini persidangan masih terus berlangsung, namun Suwono merasa heran karena sidangnya sering kali ditunda. “ Kami sadar, kami ini rakyat kecil dan miskin yang diibaratkan semut pudak. Tapi jumlah kami banyak, siap melawan gajah,”ungkap Suwono, berkeluh kesah.

Suwono kepada Kolom Investigasi sampai sekarang masih menyakini bahwa pemagaran lorong jalan menuju sumur tersebut adalah suatu kesalahan. Iapun menduga pagar rumah yang didirikan tersebut tanpa IMB ( ijin Mendirikan Bangunan ) padahal IMB merupakan syarat bagi orang yang akan mendirikan bangunan. Atas ditutupnya lorong jalan itu, sebanyak 56 warga Desa telah berkirim surat kepada Kades Tanggel, dan bupati Blora, yang isinya meminta supaya fungsi lorong jalan dikembalikan seperti semula. *** (TIM KOLOM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar